Luka Pelangi …

Lalu , aku mencoba kembali dengan noda pena yang mulai
memudar , pudar karena gempuran rintik hujan semalam. Aku mulai menyusuri jalan
setapak di tengah dengung hiruk pikuk
jalanan ibu kota , mencoba mencari kedamaian ditengah bising kendaraan yang
berlalu-lalang. Ku tatap kembali sketsa gambar yang ku buat semalam , “ Akhh ,
… kenapa jadi begini ? “ , Tanyaku dalam hati dengan penuh emosi.
Sketsa gambar yang ku buat belum sepenuhnya selesai ,
masih banyak yang perlu kububuhkan untuk menambah nyata potret manusia
pinggiran yang ku buat. Namun , hujan semalam menjadi begitu sulit untukku ,
hujan menjadi musuh terbesarku , hujan selalu menyulitkan keadaanku , karena
hujan rumah- rumah kardus yang ada di dekat tempat tinggalku menjadi rusak ,
berantakan ! hujan yang membuat kedinginan yang menusuk pori-pori kulitku , dan
hujan pula yang merusak sketsa gambarku.
“ Kamu tidak ke sekolah Dul ? “ , Tanya kakakku . “ Aku kesekolah.
Kenapa ? “. Aku balik bertanya. “ Nah , kamu sudah kesiangan , ayo cepat
sedikit , jadi orang harus selalu disiplin. Waktu adalah uang , peluang yang
tidak boleh di sia-siakan. “. Ceramah kakakku. “ Iya , iya .. “. Ketusku . “ Ya
sudah , kakak berangkat dulu ya ! “. Pamit kakak padaku.
Setiap hari memang , aku harus mendengarkan ocehannya ,
tapi akau tahu , apa yang dia katakana adalah untuk kebaikanku juga , tak
sedikit pengorbanannya untukku , dia bekerja siang malam hanya untuk mencukupi
kebutuhanku , kebutuhan kami!. Membiayai sekolah , hal yang seharusnya
dilakukan seorang ayah !. Maklum saja , sejak ayah meninggalkan kami 3 tahun
lalu , kakak tak ubahnya seperti ayahku sendiri walau dengan keadaan pas-pasan
dia tak pernah mengeluh sedikitpun padaku. Dan aku sangat mencintai kakakku ,
namanya Wayan.
Aku bergegas merapikan rambutku , rambut seperti ini
memang susah di atur , butuh waktu 4 hingga 5 menit untuk merapikannya. Setelah
semuanya siap aku segera menyambar sepedaku , Kringg , Kringg !!
… Hari mulai beranjak siang , matahari mulai menyapa
manusia , membangunkan manusia dari tidurnya yang begitu terjaga ,
burung-burung masih Nampak 2 atau 3 ekor di dahan- dahan pohon spenjang gang
yang kulewati. Entah mengapa aku begitu bahagia pagi ini , padahal semalam aku
begitu emosinya , peristiwa pudarnya warna sketsa ku seperti tak kurasakan
lagi. Aku begitu sumringah pagi ini , mataku memancarkan rona bahagia , sangat
kurasakan .. dadaku sesak dipenuhi bunga – bunga yang indah , menebarkan orama
kebahagian tiada tara. Apa gerangan yang akan terjadi ? apakah sesuatu yang
akan membuatku lebih baik ? sesuatu yang akan mengindahkan hidupku ? dan
terserahlah apapun itu , aku tidak peduli ! yang jelas Aku Bahagia …
“ Dul , sini Dul ! “ , Anggan terus memanggil – manggilku
. “ Kenapa ? “ , Aku balik bertanya. “ Ada yang ingin Ku ceritakan ! “ ,
Ucapnya dengan diiringi bulir air mata, “ Kamu kenapa Gan ? “ , tanyaku penuh
desakan pada Anggan. “ Ayah dan Ibuku kemarin bertengkar , lalu ayahku mencerai
ibuku , aku tak tahu , ayah sengaja atau tidak , tapi ibuku tak terima dengan
semua itu , lalu mengajukan gugatan cerai pada ayahku ! aku tak bisa menerima
semua itu ! Sakit ! “ , terangnya dengan penuh keharuan. Aku hampir saja ikut
larut dalam keharuan drama ayah dan ibu Anggan. Namun , sebagai sahabat aku
harus tetap berusaha memberikan motivasi dia untuk menghadapi cobaan. “ Sudah ,
aku tahu apa yang kau rasakan , memang sangat sulit , tapi ini adalah salah
satu jalan kita menuju kematangan berfikir , inilah yang terbaik untuk mu ,
keluargamu , seharusnya kamu bisa menerima keputusan mereka sebagai yang
terbaik untuk segala sesuatu di masa depan. “ , Kataku coba menasehati. Lalu ,
dia beranjak , memegang tanganku dan mengajakku masuk dalam kelas. Selama belajar
, roman wajahnya tak jua berubah , begitu monotone. Seringkali ia ditegur oleh
guru karena kedapatan melamun. Ya , aku tahu , ini memang berat baginya !.
“ Assalamu alaikum , permisi sebentar “ , kata Pak Salam
sambil mengetuk pintu kelasku . “ Ya , silahkan ! , ada yang bisa saya bantu ?
“ , Tanya wali kelasku. “ Saya ingin berbicara sebnetar dengan Abdul , perihal
besiswa kemarin “ , terangnya . “ Oh iya , silahkan pak “ , dengan sunggingan
senyum. Khasnya.
Aku bangkit dari tempat dudukku menuju kantor kepala
sekolah , mengekor di belakang Pak Salam. Aku sedikit bingung , beasiswa ?
beasiswa apa ? Inikah jawaban atas Tanya yang sedari tadi mneggelayut di pikiranku
? jawaban atas semua perasaan bahagiaku hari ini ?
Tiba di ruangan Kepala Sekolah ,
“ Begini , salah satu universitas Negeri Fakultas Kesenian meminta rekomendasi calon mahasiswa dari sekolah kita yang akan ditempatkan di kelas Seni Rupa , dan bapak merekomendasikan kamu , bisa ? “ , jelasnya. “Tentu saja bisa pak “ , Rasa bahagia ku pun semkain menggebu –gebu. Aku mau , aku tahu dan aku akan membuat kakakku bangga.
“ Tetapi , ada syaratnya ! “ , Sambung Pak Salam.
“ Apa pak ? “ , tanyaku penuh harap.
“ Besok pagi , tolong serahkan sketsa gambar yang menurut kamu adalah karya yang paling bagus dan bisa kamu banggakan , dan berdolah semoga sketsamu Lolos seleksi , Bisa ? “, lanjutnya.
“ Insyaallah pak , Terimakasih Sebelumnya “ , Ucapku dengan penuh rasa syukur.
….“ Kak , temani aku untuk membeli spidol
gambar , spidolku sudah ngadat , tua lapuk , sudah batu – batuk . mau di ganti
baterainya ,, heheh “ , kataku bercanda sambil merengek pada Kakakku ,
“ Habis lagi ? Astaga ! kakak sudah tidak punya cukup uang untuk itu. “ , katanya . “ Sudahlah , jangan pikirkan itu. Aku punya cukup tabungan untuk membeli Spidol , lagi pula pak Salam juga memberiku Uang untuk mebeli Spidol Gambar yang baru “ , kataku
“ Baiklah , ayo ! “ , akhirnya kakak mau mengantarku.
“ Habis lagi ? Astaga ! kakak sudah tidak punya cukup uang untuk itu. “ , katanya . “ Sudahlah , jangan pikirkan itu. Aku punya cukup tabungan untuk membeli Spidol , lagi pula pak Salam juga memberiku Uang untuk mebeli Spidol Gambar yang baru “ , kataku
“ Baiklah , ayo ! “ , akhirnya kakak mau mengantarku.
Entah mengapa , hari
ini aku selalu ingin di dekat kakak , rasanya detik-detik ini takkan bermakna
ku lalui tanpa kakak di sampingku , aku ingin terus merasakan kehangatannya.
Bukan karena aku manja , tapi Entahlah ?
Aku merasa Aneh saat itu , saat kakak mencoba membantuku
menyeberang jalan , maklum saja aku sangat trauma dengan yang namanya
menyeberang jalan , phobia melihat kendaraan yang begitu banyak dengan laju
yang sangat cepat , dan pada waktu itu kepalau terasa berat , rasa kesakitan begitu menusuk-nusuk kepala ku , sekelilingku serasa ingin runtuh , kakak
berusaha menolongku , dan Brakk !!! , aku tak ingat lagi.
Dan sampai saat ini aku baru tersadar , kulihat cahaya
lampu perlahan – lahan mulai menerobos kornea mataku , penglihatanku tampak buram , kelihatan remang-remang. Ku
lihat sosok lelaki berperangai tinggi berdiri di hadapanku , aku mulai
memperbaiki pandangnku. Ternya dia Anggan.
Tapi ? dimana aku ? bukankah aku tadi bersama Kak Wayan ? dimana Dia ?
“ Pasien akan segera dipindahkan “ , kata seorang Dokter. Berarti aku ada di Rumah sakit ? Tapi kenapa aku sampai berada di sini ?
“ Aku benar ada di rumah sakit ? Lalu , kakakku mana ? Mana kak Wayan ? “ , Tanyaku dengan hujaman rasa kebingungan yang bertubi-tubi.
“ Dul , kamu harus bisa terima ini “ , nadany Lesu.
“ Gan , kenapa kakikku serasa tak dapat bergerak ? tanganku ? Gan ? “ , Tanya ku sambil menahan kesakitan.
“ Dul , kaki kamu terpaksa harus di amputasi Karena tidak
ada kemungkinan dapat digunakan lagi , dan kalaupun di biarkan , akan terus menjalar
kebagian tubuh kamu yang lain ,
begitupun dengan tanganmu , “ , kata Anggan dengan diiringi derai Air
mata. Aku menangis sekencang
–kencangnya , serasa tak sanggup ku
hadapi semua .. harus Amputasi ? aku telah kehilangan emasku , tanganku. Kaki
kiriku ? Tuhan ! apa lagi ? cobaan seperti apa lagi ini ? dunia serasa tak
berpihak padaku , tiada saru sisipun bisa menjadi tonggak ku senidri.
Syaraf-syaraf kakiku meradang , pecah hingga menjalar ke gumpalan dagingku ,
menyatu dengan aliran darahku , menerobos hingga kepalan otakku , begitu dahsyatnya rasa sakit
yang ku alami , dan akhirnya tidak ada.
MATI RASA.
Tanganku yang dulu mampu menggetarkan senar-senar
gitar dalam alunan nyanyian dan do’aku
untuk ayah , kini tinggal bagian yang harus ku buang. Kesedihan , kesepian
semakin dalam menerobos kesabaran , dan emosi.
“ Gan ? Kak Wayan dimana ? apa dia baik-baik saja ? “ , kata –kata itu tiba-tiba terlintas dalam pikiranku.
“ Gan ? Kak Wayan dimana ? apa dia baik-baik saja ? “ , kata –kata itu tiba-tiba terlintas dalam pikiranku.
“
hm , hm .. “ , Anggan terlihat begitu gugup dan mencoba menutupi ketakutannya,
bibirnya gemetar , keringat dinginnya
perlahan bercucuran , dia mendekatiku dengan langkah gontai , mencoba meraih
tanganku seraya mendekati telingaku mencoba berbisik padaku. Aku pun mulai
merasa ada yang aneh , tapi apa ? apa lagi yang terjadi ? masih tak Puaskah
Tuhan ? Aku mencoba menenagkan diri dan berfikir positif dengan segala
kemungkinan yang terjadi.
“
Mungkin ini adalah kehendak yang kuasa , kita tak bisa berbuat apa-apa , harus
kita terima dan memang semestinya kita terima , kadang hidup menjatuhkan kita
ke tempat yang serendah-rendahnya , tapi percayalah semua akan baik-baik saja “
, katanya panjang lebar.
“
hei , aku bertanya dimana kakakku ? bukan meminta ceramahmu ! apa maksudmu ?
bukan itu yang mau ku dengar ! dimana kakakku ? “ , nadaku mencoba melepas emosi
yang sedari tadi bergelayut di cabang syaraf-syaraf kepalaku. “ Eh , kak wayan
sudah menyusul bapakmu kehadapan sang
Ilahi “ , Nadanya dengan tetesan air mata.
Aku kembali menangis , perih ! ingin kurasakan lagi
bersama dia . Namun , dunia tak mengijinkan itu , inikah akhir dari hidupku jua
? Mengapa harus saat ini , aku belum bisa menerima semua. Kepalaku bak
dicengkram elang , menerbangkanku
ketempat tinggi , menggelepak menjelajah angkasa lalu menghempaskanku ,
terjatuh di tengah kerikil , kerikil tajam. Lalu , aku berlari di antara Bara
api , setidaknya seperti itulah yang kini kurasakan
.
“ Gan ? Tolong antarkan aku ke Taman “ , kataku meminta Anggan.
“ Gan ? Tolong antarkan aku ke Taman “ , kataku meminta Anggan.
Perlahan , putaran roda-roda kursi yang ku duduki
menghantarku ke taman dengan sisa – sisa
genangan air hujan , masih lembab seperti sisa genangan air mataku. Lalu
, aku memandang rintik hujan yang turun bersamaan dengan jatuhnya airmataku ,
dan seperti inilah akau kini.
Tetapi , setelah gerimis reda , pelangi pun perlahan
mulai terlihat , terlukis terbentang di antara azura dan dunia , indah ! aku
mungkin seperti ini , aku akan merubah semua menjadi pelangi , tetapi aku
berbeda , aku adalah pelangi yang terluka .
“ selamat jalan kakak , dan ku tahu pelangi ini akan
menjadi penghubung jiwaku dan jiwamu di alam berbeda meski aku disini terluka “
Primaditha ,
0 komentar:
Posting Komentar