![]() |
Ketika kau Harus membayarnya Dengan Air mata |
Lalu
, aku mencoba kembali dengan noda pena yang mulai memudar , pudar karena
gempuran rintik hujan semalam. Aku mulai menyusuri jalan setapak di tengah dengung hiruk pikuk jalanan ibu kota ,
mencoba mencari kedamaian ditengah bising kendaraan yang berlalu-lalang. Ku
tatap kembali sketsa gambar yang ku buat semalam , “ Akhh , … kenapa jadi
begini ? “ , Tanyaku dalam hati dengan penuh emosi.
Sketsa
gambar yang ku buat belum sepenuhnya selesai , masih banyak yang perlu
kububuhkan untuk menambah nyata potret manusia pinggiran yang ku buat. Namun ,
hujan semalam menjadi begitu sulit untukku , hujan menjadi musuh terbesarku ,
hujan selalu menyulitkan keadaanku , karena hujan rumah- rumah kardus yang ada
di dekat tempat tinggalku menjadi rusak , berantakan ! hujan yang membuat
kedinginan yang menusuk pori-pori kulitku , dan hujan pula yang merusak sketsa
gambarku.
“
Kamu tidak ke sekolah Dul ? “ , Tanya kakakku . “ Aku kesekolah. Kenapa ? “.
Aku balik bertanya. “ Nah , kamu sudah kesiangan , ayo cepat sedikit , jadi
orang harus selalu disiplin. Waktu adalah uang , peluang yang tidak boleh di
sia-siakan. “. Ceramah kakakku. “ Iya , iya .. “. Ketusku . “ Ya sudah , kakak
berangkat dulu ya ! “. Pamit kakak padaku.
Setiap
hari memang , aku harus mendengarkan ocehannya , tapi akau tahu , apa yang dia
katakana adalah untuk kebaikanku juga , tak sedikit pengorbanannya untukku ,
dia bekerja siang malam hanya untuk mencukupi kebutuhanku , kebutuhan kami!.
Membiayai sekolah , hal yang seharusnya dilakukan seorang ayah !. Maklum saja ,
sejak ayah meninggalkan kami 3 tahun lalu , kakak tak ubahnya seperti ayahku
sendiri walau dengan keadaan pas-pasan dia tak pernah mengeluh sedikitpun
padaku. Dan aku sangat mencintai kakakku , namanya Wayan.
Aku
bergegas merapikan rambutku , rambut seperti ini memang susah di atur , butuh
waktu 4 hingga 5 menit untuk merapikannya. Setelah semuanya siap aku segera
menyambar sepedaku , Kringg , Kringg !!
…
Hari mulai beranjak siang , matahari mulai menyapa manusia , membangunkan
manusia dari tidurnya yang begitu terjaga , burung-burung masih Nampak 2 atau 3
ekor di dahan- dahan pohon spenjang gang yang kulewati. Entah mengapa aku
begitu bahagia pagi ini , padahal semalam aku begitu emosinya , peristiwa
pudarnya warna sketsa ku seperti tak kurasakan lagi. Aku begitu sumringah pagi
ini , mataku memancarkan rona bahagia , sangat kurasakan .. dadaku sesak
dipenuhi bunga – bunga yang indah , menebarkan orama kebahagian tiada tara. Apa
gerangan yang akan terjadi ? apakah sesuatu yang akan membuatku lebih baik ?
sesuatu yang akan mengindahkan hidupku ? dan terserahlah apapun itu , aku tidak
peduli ! yang jelas Aku Bahagia …
“
Dul , sini Dul ! “ , Anggan terus memanggil – manggilku . “ Kenapa ? “ , Aku
balik bertanya. “ Ada yang ingin Ku ceritakan ! “ , Ucapnya dengan diiringi
bulir air mata, “ Kamu kenapa Gan ? “ , tanyaku penuh desakan pada Anggan. “
Ayah dan Ibuku kemarin bertengkar , lalu ayahku mencerai ibuku , aku tak tahu ,
ayah sengaja atau tidak , tapi ibuku tak terima dengan semua itu , lalu
mengajukan gugatan cerai pada ayahku ! aku tak bisa menerima semua itu ! Sakit
! “ , terangnya dengan penuh keharuan. Aku hampir saja ikut larut dalam
keharuan drama ayah dan ibu Anggan. Namun , sebagai sahabat aku harus tetap
berusaha memberikan motivasi dia untuk menghadapi cobaan. “ Sudah , aku tahu
apa yang kau rasakan , memang sangat sulit , tapi ini adalah salah satu jalan
kita menuju kematangan berfikir , inilah yang terbaik untuk mu , keluargamu ,
seharusnya kamu bisa menerima keputusan mereka sebagai yang terbaik untuk
segala sesuatu di masa depan. “ , Kataku coba menasehati. Lalu , dia beranjak ,
memegang tanganku dan mengajakku masuk dalam kelas. Selama belajar , roman
wajahnya tak jua berubah , begitu monotone. Seringkali ia ditegur oleh guru
karena kedapatan melamun. Ya , aku tahu , ini memang berat baginya !.
“
Assalamu alaikum , permisi sebentar “ , kata Pak Salam sambil mengetuk pintu
kelasku . “ Ya , silahkan ! , ada yang bisa saya bantu ? “ , Tanya wali
kelasku. “ Saya ingin berbicara sebnetar dengan Abdul , perihal besiswa kemarin
“ , terangnya . “ Oh iya , silahkan pak “ , dengan sunggingan senyum. Khasnya.
Aku
bangkit dari tempat dudukku menuju kantor kepala sekolah , mengekor di belakang
Pak Salam. Aku sedikit bingung , beasiswa ? beasiswa apa ? Inikah jawaban atas
Tanya yang sedari tadi mneggelayut di pikiranku ? jawaban atas semua perasaan
bahagiaku hari ini ?
Tiba
di ruangan Kepala Sekolah ,
“ Begini , salah satu universitas Negeri Fakultas Kesenian meminta rekomendasi calon mahasiswa dari sekolah kita yang akan ditempatkan di kelas Seni Rupa , dan bapak merekomendasikan kamu , bisa ? “ , jelasnya. “Tentu saja bisa pak “ , Rasa bahagia ku pun semkain menggebu –gebu. Aku mau , aku tahu dan aku akan membuat kakakku bangga.
“ Tetapi , ada syaratnya ! “ , Sambung Pak Salam.
“ Apa pak ? “ , tanyaku penuh harap.
“ Besok pagi , tolong serahkan sketsa gambar yang menurut kamu adalah karya yang paling bagus dan bisa kamu banggakan , dan berdolah semoga sketsamu Lolos seleksi , Bisa ? “, lanjutnya.
“ Insyaallah pak , Terimakasih Sebelumnya “ , Ucapku dengan penuh rasa syukur.
….“ Kak , temani aku untuk membeli spidol
gambar , spidolku sudah ngadat , tua lapuk , sudah batu – batuk . mau di ganti
baterainya ,, heheh “ , kataku bercanda sambil merengek pada Kakakku ,
“ Habis lagi ? Astaga ! kakak sudah tidak punya cukup uang untuk itu. “ , katanya . “ Sudahlah , jangan pikirkan itu. Aku punya cukup tabungan untuk membeli Spidol , lagi pula pak Salam juga memberiku Uang untuk mebeli Spidol Gambar yang baru “ , kataku
“ Baiklah , ayo ! “ , akhirnya kakak mau mengantarku.
“ Habis lagi ? Astaga ! kakak sudah tidak punya cukup uang untuk itu. “ , katanya . “ Sudahlah , jangan pikirkan itu. Aku punya cukup tabungan untuk membeli Spidol , lagi pula pak Salam juga memberiku Uang untuk mebeli Spidol Gambar yang baru “ , kataku
“ Baiklah , ayo ! “ , akhirnya kakak mau mengantarku.
Entah mengapa , hari ini aku selalu ingin di dekat
kakak , rasanya detik-detik ini takkan bermakna ku lalui tanpa kakak di
sampingku , aku ingin terus merasakan kehangatannya. Bukan karena aku manja ,
tapi Entahlah ?
Aku
merasa Aneh saat itu , saat kakak mencoba membantuku menyeberang jalan , maklum
saja aku sangat trauma dengan yang namanya menyeberang jalan , phobia melihat
kendaraan yang begitu banyak dengan laju yang sangat cepat , dan pada waktu itu
kepalau terasa berat , rasa kesakitan
begitu menusuk-nusuk kepala ku ,
sekelilingku serasa ingin runtuh , kakak berusaha menolongku , dan Brakk !!! ,
aku tak ingat lagi.
Dan
sampai saat ini aku baru tersadar , kulihat cahaya lampu perlahan – lahan mulai
menerobos kornea mataku , penglihatanku
tampak buram , kelihatan remang-remang. Ku lihat sosok lelaki
berperangai tinggi berdiri di hadapanku , aku mulai memperbaiki pandangnku.
Ternya dia Anggan. Tapi ? dimana aku ?
bukankah aku tadi bersama Kak Wayan ? dimana Dia ?
“ Pasien akan segera dipindahkan “ , kata seorang Dokter. Berarti aku ada di Rumah sakit ? Tapi kenapa aku sampai berada di sini ?
“ Aku benar ada di rumah sakit ? Lalu , kakakku mana ? Mana kak Wayan ? “ , Tanyaku dengan hujaman rasa kebingungan yang bertubi-tubi.
“ Dul , kamu harus bisa terima ini “ , nadany Lesu.
“ Gan , kenapa kakikku serasa tak dapat bergerak ? tanganku ? Gan ? “ , Tanya ku sambil menahan kesakitan.
“
Dul , kaki kamu terpaksa harus di amputasi Karena tidak ada kemungkinan dapat
digunakan lagi , dan kalaupun di biarkan , akan terus menjalar kebagian tubuh
kamu yang lain , begitupun dengan
tanganmu , “ , kata Anggan dengan diiringi derai Air mata. Aku menangis sekencang –kencangnya , serasa tak sanggup ku hadapi semua .. harus
Amputasi ? aku telah kehilangan emasku , tanganku. Kaki kiriku ? Tuhan ! apa
lagi ? cobaan seperti apa lagi ini ? dunia serasa tak berpihak padaku , tiada
saru sisipun bisa menjadi tonggak ku senidri. Syaraf-syaraf kakiku meradang ,
pecah hingga menjalar ke gumpalan dagingku , menyatu dengan aliran darahku ,
menerobos hingga kepalan otakku , begitu
dahsyatnya rasa sakit yang ku alami ,
dan akhirnya tidak ada. MATI RASA.
Tanganku
yang dulu mampu menggetarkan senar-senar gitar
dalam alunan nyanyian dan do’aku untuk ayah , kini tinggal bagian yang
harus ku buang. Kesedihan , kesepian semakin dalam menerobos kesabaran , dan
emosi.
“ Gan ? Kak Wayan dimana ? apa dia baik-baik saja ? “ , kata –kata itu tiba-tiba terlintas dalam pikiranku.
“ Gan ? Kak Wayan dimana ? apa dia baik-baik saja ? “ , kata –kata itu tiba-tiba terlintas dalam pikiranku.
“ hm
, hm .. “ , Anggan terlihat begitu gugup dan mencoba menutupi ketakutannya,
bibirnya gemetar , keringat dinginnya
perlahan bercucuran , dia mendekatiku dengan langkah gontai , mencoba meraih
tanganku seraya mendekati telingaku mencoba berbisik padaku. Aku pun mulai
merasa ada yang aneh , tapi apa ? apa lagi yang terjadi ? masih tak Puaskah
Tuhan ? Aku mencoba menenagkan diri dan berfikir positif dengan segala
kemungkinan yang terjadi.
“
Mungkin ini adalah kehendak yang kuasa , kita tak bisa berbuat apa-apa , harus
kita terima dan memang semestinya kita terima , kadang hidup menjatuhkan kita
ke tempat yang serendah-rendahnya , tapi percayalah semua akan baik-baik saja “
, katanya panjang lebar.
“
hei , aku bertanya dimana kakakku ? bukan meminta ceramahmu ! apa maksudmu ?
bukan itu yang mau ku dengar ! dimana kakakku ? “ , nadaku mencoba melepas emosi
yang sedari tadi bergelayut di cabang syaraf-syaraf kepalaku. “ Eh , kak wayan
sudah menyusul bapakmu kehadapan sang
Ilahi “ , Nadanya dengan tetesan air mata.
Aku
kembali menangis , perih ! ingin kurasakan lagi bersama dia . Namun , dunia tak
mengijinkan itu , inikah akhir dari hidupku jua ? Mengapa harus saat ini , aku
belum bisa menerima semua. Kepalaku bak dicengkram elang , menerbangkanku ketempat tinggi , menggelepak menjelajah
angkasa lalu menghempaskanku , terjatuh di tengah kerikil , kerikil tajam. Lalu
, aku berlari di antara Bara api , setidaknya seperti itulah yang kini
kurasakan
.
“ Gan ? Tolong antarkan aku ke Taman “ , kataku meminta Anggan.
“ Gan ? Tolong antarkan aku ke Taman “ , kataku meminta Anggan.
Perlahan
, putaran roda-roda kursi yang ku duduki menghantarku ke taman dengan sisa –
sisa genangan air hujan , masih lembab
seperti sisa genangan air mataku. Lalu , aku memandang rintik hujan yang turun
bersamaan dengan jatuhnya airmataku , dan seperti inilah akau kini.
Tetapi
, setelah gerimis reda , pelangi pun perlahan mulai terlihat , terlukis
terbentang di antara azura dan dunia , indah ! aku mungkin seperti ini , aku
akan merubah semua menjadi pelangi , tetapi aku berbeda , aku adalah pelangi
yang terluka .
“
selamat jalan kakak , dan ku tahu pelangi ini akan menjadi penghubung jiwaku
dan jiwamu di alam berbeda meski aku disini terluka “